oleh

Gelar Haji, Adakah di Zaman Rasulullah?

HERALDMUSLIM.ID — Banyak orang yang bangga dengan gelar “haji” di depan namanya.

Mereka yang sudah pernah menunaikan ibadah haji juga kerap “dimuliakan” dalam beberapa kesempatan.

Beberapa “pemuliaan” itu antara lain memberikan tempat duduk yang lebih tinggi, mendapat tempat di saf terdepan, hingga penghormatan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

Bagaimanakah hukumnya mencantumkan gelar haji di depan nama seseorang? Bolehkah memanggil “haji” kepada orang yang sudah menunaikan ibadah haji?

Ustaz Aswanto M Takwi Lc menjawabnya. Alumni Unversitas Islam Madinah itu mengatakan, gelar “haji” bagi yang telah melaksanakan ibadah haji tidak dikenal pada zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Gelar itu juga tidak dikenal di zaman tiga generasi terbaik. Itu sebabnya sebagian ulama kontemporer menganggapnya bid’ah. Aplagi jika dianggap sebagai keharusan dan ibadah.

Menurut Ustaz Aswanto, orang yang melaksanakan ibadah haji dengan niat mendapatkan gelar “haji”, maka akan merusak keikhlasannya yang menyebabkan amalan tersebut tidak berpahala.

“Masyarakat kita memanggil dengan gelar haji bagi yang telah melaksanakan ibadah haji sebagai bentuk penghormatan baginya. Kebiasaan ini hendaknya ditinggalkan karena tidak ada contoh dari kalangan salaf,” urainya.

Namun, sebagian ulama menganggap hal tersebut boleh saja. Imam Nawawi berkata: “Boleh dikatakan bagi orang yang telah melaksanakan ibadah haji: ‘haji’ jika ia telah selesai dari tahallulnya, walaupun setelah bertahun-tahun dan setelah wafatnya juga, hal itu tidak dimakruhkan.” (Al Majmu’: 8/281).

Dia menyarankan, sebaiknya meninggalkan kebiasaan tersebut karena tidak dikenal pada zaman salaf. Hal itu baru muncul dan populer pada masa-masa abad ke-7 hijriah. (*)

Komentar